2.1.
Pembelajaran Berdiferensiasi
2.1.1 Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Usaha
menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar
individu.
Menurut
Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan
proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
murid.
Pembelajaran Berdiferensiasi
Bukanlah berarti bahwa guru harus
mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid.
Bukan pula berarti bahwa guru harus
memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang
lain.
Bukan berarti guru harus
mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang
kurang.
Bukan pula memberikan tugas yang
berbeda untuk setiap anak.
Bukanlah sebuah proses pembelajaran
yang
semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa
perencanaan pembelajaran sekaligus, dimana guru harus berlari ke sana kemari
untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan.
Bukan. Guru tentunya bukanlah
malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat
yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan. Lalu
seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk
akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada
kebutuhan murid.
Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1.
Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang
“mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan
belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu
bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
2.
Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan
secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan
pembelajaran, namun juga muridnya.
3.
Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan
dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan
murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih
dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
4.
Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan
belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang
berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
5.
Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur,
rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang
berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan
kebutuhan belajar murid dan
bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut
2.1.2 Memetakan Kebutuhan Belajar Murid
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to
Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa
kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3
aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Kesiapan belajar (readiness) murid
2. Minat murid
3. Profil belajar murid
Kesiapan
belajar (readiness) murid: murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas
yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki
sebelumnya
Minat
murid:
jika tugas-tugas yang diberikan memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang
murid
Profil
belajar murid : tugas yang diberikan kepada murid memberikan kesempatan bagi
mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai
1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)
Kesiapan
belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru.
Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa
murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang
tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru
tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson
(2001)
mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan
menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk
mendapatkan
kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer
tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan
tepat
untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk
mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat
di
kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa
perspektif
kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam
modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif
kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang
diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
A.
Bersifat mendasar - Bersifat transformative
Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu
bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering
membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak
bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk
berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan
ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang
mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang
membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain
waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau
berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi
yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide
tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran
baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat
transformatif.
B. Konkret - Abstrak.
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid
dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara
konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
B.
Sederhana - Kompleks.
Beberapa murid mungkin
perlu bekerja dengan materi lebih sederhana
dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani
kerumitan berbagai abstraksi.
C.
Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid
perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup
baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan
untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan
menggunakan kreativitas mereka.
E. Tergantung (dependent)
- Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat
belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama
seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah
tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan
siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
F. Lambat – Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran
mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau
sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan
membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari
sebuah topik.
Insert Gambar 7.
equalizer seperti ini tetapi dengan ujung-ujung sesuai
dengan kontinum yang telah di jelaskan di atas.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013).
2. MINAT MURID Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga
memiliki minat sendiri. Ada murid yang minatnya sangat besar dalam bidang seni,
matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator
penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.
Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang
pembelajaran memiliki tujuan diantaranya:
Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;
·
Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
·
Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai
jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru
bagi mereka, dan;
·
Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.
Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada
topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk
"menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka.
Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja
murid.
Beberapa
ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat
diantaranya misalnya:
• Meminta
murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau
menari atau bentuk lain sesuai minat mereka.
• Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.
• Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.
• Membuat
kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajari bagaimana
sebuah keterampilan tertentu
diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai
minat mereka.
• Membuat model.
3. PROFIL BELAJAR MURID
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti:
bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu
juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam
Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid
untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar
belakang, jenis kelamin, dll. Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid
berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk
belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang
kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan
gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil
belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat
bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001),
ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini
adalah beberapa yang harus diperhatikan:
·
Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah
cahaya.
·
Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif,
personal - impersonal.
·
Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan,
peta, grafik organisator).
·
Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik).
·
Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan
tubuh, kegiatan hands on, dsb).
Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan
kebutuhan belajar murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk
mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid
diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar
murid.
Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat
Tujuan Pembelajaran: murid dapat membuat tulisan berbentuk prosedur.
Tabel 1. Pemetaan
Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat
Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar
(Readiness)
Tujuan Pembelajaran: murid dapat Menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan keliling bangun datar
Tabel 2. Pemetaan
Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar
Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar
murid
Tujuan Pembelajaran: murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat
makhluk hidup.
Tabel 3. Pemetaan
Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar Murid
perhatikan tabel berikut ini untuk melihat perbedaan antara
pembelajaran yang baik versus pembelajaran berdiferensiasi yang baik. Tabel 4.
Pembelajaran yang baik versus pembelajaran berdiferensiasi yang baik
7
Alasan Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi Dapat Berhasil ( Ini adalah terjemahan
bebas dari artikel yang dipublikasikan melalui website
https://inservice.ascd.org/7-reasons-why-differentiated-instruction-works/)
Berbicara tentang Pembelajaran Berdiferensiasi (Diferentiated Instruction/
DI) harus dimulai dengan pemahaman yang akurat tentang apa itu DI — dan apa itu
yang bukan DI. Anda mungkin terkejut mengetahui betapa mudahnya Pembelajaran
Berdiferensiasi dilakukan di kelas Anda.
1.
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah bersifat proaktif. Dalam kelas, guru akan
berasumsi bahwa murid yang berbeda
memiliki kebutuhan yang berbeda dan secara proaktif merencanakan pembelajaran
yang menyediakan berbagai cara untuk "mencapai" dan mengekspresikan
pembelajaran. Guru mungkin masih perlu menyempurnakan pembelajaran untuk
beberapa murid, tetapi karena guru tahu beragam kebutuhan muridnya di dalam
kelas dan memilih opsi pembelajaran yang sesuai, maka kemungkinan besar
pengalaman belajar yang mereka rancang akan cocok untuk sebagian besar murid.
Diferensiasi yang efektif biasanya dirancang agar cukup kuat untuk melibatkan
dan menantang beragam murid di kelas.
2.
Pembelajaran Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Banyak guru secara
salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti memberi beberapa murid
lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya lebih sedikit.
Misalnya, seorang guru memberikan murid, yang memiliki kemampuan membaca yang
lebih tinggi, tugas untuk membuat dua buah laporan buku, sementara murid yang
kemampuannya lebih rendah hanya satu laporan saja. Atau seorang murid yang
kesulitan dalam pelajaran matematika hanya diharuskan menyelesaikan tugas
hitungan atau operasi bilangan, sementara murid yang lebih tinggi kemampuan
diminta menyelesaikan tugas hitungan dan ditambah dengan soal-soal cerita.
Meskipun pendekatan diferensiasi seperti itu mungkin tampak masuk akal, namun
yang seperti itu biasanya tidak efektif. Membuat laporan tentang satu buku bisa
saja tetap akan dirasa sebagai tuntutan yang tinggi untuk murid yang memang kesulitan.
Seorang murid yang telah menunjukkan penguasaan satu keterampilan matematika
akan siap untuk mulai bekerja dengan keterampilan yang lebih sulit.
Menyesuaikan jumlah tugas biasanya akan kurang efektif daripada mengubah sifat
tugas.
3. Pembelajaran Berdiferensiasi
berakar pada penilaian. Guru yang memahami bahwa pendekatan belajar mengajar harus sesuai
dengan kebutuhan murid, akan mencari setiap kesempatan untuk mengenal murid
mereka dengan lebih baik. Mereka melihat percakapan individu, diskusi kelas,
pekerjaan murid, observasi, dan penilaian formal sebagai cara untuk terus
mendapatkan wawasan tentang apa yang paling berhasil untuk setiap muridnya. Apa
yang mereka pelajari akan menjadi katalis untuk menyusun dan merancang
pembelajaran dengan cara-cara yang membantu setiap murid memaksimalkan potensi
dan bakatnya. Di dalam pembelajaran berdiferensiasi, penilaian tidak lagi
didominasi sesuatu yang terjadi pada akhir unit untuk menentukan "siapa
yang mendapatkannya." Pra-penilaian diagnostik secara rutin akan dilakukan
saat unit dimulai. Di sepanjang unit pembelajaran, guru menilai tingkat
kesiapan, minat, dan pendekatan belajar yang digunakan murid dan kemudian
merancang pengalaman belajar berdasarkan pemahaman terbaru dan terbaik tentang
kebutuhan murid. Produk akhir, atau cara lain dari penilaian "akhir"
atau sumatif, akan mengambil berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menemukan
cara terbaik bagi setiap murid untuk menunjukkan hasil belajarnya selama unit
tersebut berlangsung.
4.
Pembelajaran Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap
konten, proses, dan produk. Di semua ruang kelas, guru berurusan dengan
setidaknya tiga elemen kurikuler: (1) konten — masukan, apa yang dipelajari
murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya memahami ide dan informasi; dan
(3) produk — keluaran, atau bagaimana murid menunjukkan apa yang telah mereka
pelajari. Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan
berbeda terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya,
dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Kesamaan dari
pendekatan yang berbeda ini adalah bahwa semuanya dibuat untuk mendorong
pertumbuhan semua murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan dan untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik
untuk kelas secara keseluruhan maupun untuk murid secara individu.
5.
Pembelajaran berdiferensiasi berpusat pada murid. Pembelajaran
berdiferensiasi beroperasi pada premis bahwa pengalaman belajar paling efektif
adalah ketika pembelajaran tersebut berhasil mengundang murid untuk terlibat,
relevan, dan menarik bagi murid. Akibat dari premis itu adalah bahwa semua
murid tidak akan selalu menemukan jalan yang sama untuk belajar yang sama
mengundang, relevan, dan menariknya. Lebih lanjut, pembelajaran berdiferensiasi
mengakui bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang akan datang harus
dibangun di atas pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman sebelumnya — dan
bahwa tidak semua murid memiliki fondasi belajar yang sama pada awal proses
pembelajaran. Para guru yang membedakan pengajaran di kelas-kelas yang memiliki
keragaman secara akademis berusaha untuk memberikan pengalaman belajar yang
secara tepat menantang untuk semua murid mereka. Guru-guru ini menyadari bahwa
kadang-kadang tugas yang tidak menantang bagi beberapa peserta didik bisa jadi
sangat rumit bagi yang lain.
6.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran seluruh
kelas, kelompok dan individual. Ada waktu ketika pembelajaran seluruh
kelas adalah pilihan yang efektif dan efisien. Ini berguna untuk membangun
pemahaman bersama, misalnya, dan memberikan kesempatan untuk diskusi dan ulasan
bersama yang dapat membangun rasa kebersamaan. Pembelajaran berdiferensiasi
ditandai oleh irama berulang dari melakukan persiapan kelas, mengulas kembali,
dan berbagi, yang kemudian diikuti oleh kesempatan untuk eksplorasi individu
atau kelompok kecil, ekstensi, dan produksi.
7.
Pembelajaran berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis. Di ruang kelas yang
berbeda, mengajar adalah sebuah evolusi. murid dan guru sama-sama pembelajar.
Guru mungkin tahu lebih banyak tentang materi pelajaran, namun mereka juga
terus belajar tentang bagaimana murid mereka belajar. Kolaborasi yang
berkelanjutan dengan murid diperlukan untuk memperbaiki peluang belajar agar
efektif untuk setiap murid. Guru memantau kecocokan antara kebutuhan murid dan
proses pembelajaran mereka serta membuat penyesuaian sebagaimana diperlukan.
Diadaptasi dari How to Differentiate Instruction in Academically Diverse
Classrooms, 3rd Edition, oleh Carol Ann Tomlinson, Alexandria,
VA: ASCD. ©2017 oleh ASCD. Hak cipta terdaftar.
GRASPS
Model ini diperkenalkan oleh Wiggins & McTighe (2006) sebagai kerangka
untuk membantu guru memberikan tugas penilaian yang otentik.
Penilaian
otentik adalah penilaian yang berbasiskan atau mensimulasikan problem atau
masalah-masalah sebenarnya di dunia nyata. Penilaian ini melibatkan murid
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari untuk
memecahkan problem/masalah sebenarnya atau masalah yang disimulasikan dari
sebuah realita yang terjadi dalam kehidupan nyata. Wiggins dan McTighe (2005)
berpendapat bahwa ‘problem atau masalah’ memberikan bukti atas "pemahaman
yang
sesungguhnya
(genuine understanding)" .
GRASPS
adalah akronim untuk: Goal (Sasaran) - Pernyataan tentang masalah atau
tantangan yang harus
diselesaikan.
Role (Peran) - menjelaskan peran apa yang
diemban murid dan apa yang diminta untuk dilakukan oleh murid.
Audience (Audiens) - untuk siapa para murid
memecahkan masalah yang telah dinyatakan tersebut. Siapa yang harus mereka
yakinkan tentang solusi dan kemungkinan keberhasilan solusi mereka untuk
masalah tersebut. (audiens di sini tidak terbatas hanya pada guru, namun dapat
disimulasikan seperti dalam kehidupan nyata).
Situation (Situasi) - menjelaskan konteks situasi dan
faktor-faktor lain yang mungkin saja dapat menghambat penyelesaian masalah.
Product (Produk) atau Performance (kinerja)
- menjelaskan produk atau kinerja yang perlu dibuat.
Standard (Standar) dan Kriteria kesuksesan - standar
yang harus dipenuhi dan bagaimana pekerjaan akan dinilai oleh audiens.
Berdasarkan model GRASPS di atas, berikut ini adalah deskripsi tugas sumatif
yang harus Anda lakukan di tahapan berikutnya nanti. (Perhatikan pengkodean
warna yang kami buat untuk memudahkan Anda mengidentifikasi Model GRASPS dalam
deskripsi tugas ini.)
Sumber
Dewi Kusuma Oscarina, Luthfah Siti, 2020, Modul 2.1 Memenuhi Kebuthan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. Pendidikan Guru Penggerak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar