SCHOOL SUPERVISOR SMA PADANG PARIAMAN

Rabu, 07 Juli 2021

Pembelajaran Berdiferensiasi - Misdawati Miswal

 

2.1. Pembelajaran Berdiferensiasi

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu.

Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Pembelajaran Berdiferensiasi

ž  Bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid.

ž  Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain.

ž  Bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang.

ž  Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak.

ž  Bukanlah sebuah proses pembelajaran yang
semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa
perencanaan pembelajaran sekaligus, dimana guru harus berlari ke sana kemari
untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan.

ž  Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan. Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.


Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1.   Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

2.   Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.

3.   Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

4.   Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

5.   Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur,
rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang
berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan
bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut

2.1.2 Memetakan Kebutuhan Belajar Murid

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.

Ketiga aspek tersebut adalah:


1. Kesiapan belajar (readiness) murid
2. Minat murid
3. Profil belajar murid

Kesiapan belajar (readiness) murid: murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya

Minat murid: jika tugas-tugas yang diberikan memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid

Profil belajar murid : tugas yang diberikan kepada murid memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai

1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru.
Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa
murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang
tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru
tersebut.

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001)
mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan
menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan
kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer
tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat
untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk
mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di
kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif
kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam
modul ini, kita hanya akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif
kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang
diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

A.   Bersifat mendasar - Bersifat transformative


Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu
bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering
membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak
bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk
berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan
ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang
mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang
membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain
waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau
berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi
yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide
tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran
baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat
transformatif.

 

B. Konkret - Abstrak.


Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid
dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara
konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.

 

B.   Sederhana - Kompleks.

Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana
dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani
kerumitan berbagai abstraksi.

 

C.   Terstruktur - Open Ended

Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup
baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan
untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan
menggunakan kreativitas mereka.

 

E. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)


Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat
belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama
seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah
tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan
siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

 

F. Lambat – Cepat


Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran
mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau
sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan
membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari
sebuah topik.

Insert Gambar 7. equalizer seperti ini tetapi dengan ujung-ujung sesuai
dengan kontinum yang telah di jelaskan di atas.



Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013).

2. MINAT MURID Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada murid yang minatnya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran. Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya:

Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;

·         Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;

·         Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;

·         Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.

Beberapa ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat diantaranya misalnya:

• Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman dengan  menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari atau bentuk lain sesuai minat mereka.

• Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.

• Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.

• Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajari bagaimana sebuah   keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.

• Membuat model.

3. PROFIL BELAJAR MURID

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll. Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka. Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan:

·         Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.

·         Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal -  impersonal.

·         Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik  organisator).

·         Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras,  mendengarkan musik).

·         Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).

Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan kebutuhan belajar murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan pembelajaran dan tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar murid.

Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat

Tujuan Pembelajaran: murid dapat membuat tulisan berbentuk prosedur.

Tabel 1. Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Minat



Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness)

Tujuan Pembelajaran: murid dapat Menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar

Tabel 2. Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar






Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid

Tujuan Pembelajaran: murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup.

Tabel 3. Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar Murid





perhatikan tabel berikut ini untuk melihat perbedaan antara pembelajaran yang baik versus pembelajaran berdiferensiasi yang baik. Tabel 4. Pembelajaran yang baik versus pembelajaran berdiferensiasi yang baik


7 Alasan Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi Dapat Berhasil ( Ini adalah terjemahan bebas dari artikel yang dipublikasikan melalui website https://inservice.ascd.org/7-reasons-why-differentiated-instruction-works/) Berbicara tentang Pembelajaran Berdiferensiasi (Diferentiated Instruction/ DI) harus dimulai dengan pemahaman yang akurat tentang apa itu DI — dan apa itu yang bukan DI. Anda mungkin terkejut mengetahui betapa mudahnya Pembelajaran Berdiferensiasi dilakukan di kelas Anda.

1. Pembelajaran Berdiferensiasi adalah bersifat proaktif. Dalam kelas, guru akan berasumsi bahwa  murid yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda dan secara proaktif merencanakan pembelajaran yang menyediakan berbagai cara untuk "mencapai" dan mengekspresikan pembelajaran. Guru mungkin masih perlu menyempurnakan pembelajaran untuk beberapa murid, tetapi karena guru tahu beragam kebutuhan muridnya di dalam kelas dan memilih opsi pembelajaran yang sesuai, maka kemungkinan besar pengalaman belajar yang mereka rancang akan cocok untuk sebagian besar murid. Diferensiasi yang efektif biasanya dirancang agar cukup kuat untuk melibatkan dan menantang beragam murid di kelas.

2. Pembelajaran Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Banyak guru secara salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti memberi beberapa murid lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya lebih sedikit. Misalnya, seorang guru memberikan murid, yang memiliki kemampuan membaca yang lebih tinggi, tugas untuk membuat dua buah laporan buku, sementara murid yang kemampuannya lebih rendah hanya satu laporan saja. Atau seorang murid yang kesulitan dalam pelajaran matematika hanya diharuskan menyelesaikan tugas hitungan atau operasi bilangan, sementara murid yang lebih tinggi kemampuan diminta menyelesaikan tugas hitungan dan ditambah dengan soal-soal cerita. Meskipun pendekatan diferensiasi seperti itu mungkin tampak masuk akal, namun yang seperti itu biasanya tidak efektif. Membuat laporan tentang satu buku bisa saja tetap akan dirasa sebagai tuntutan yang tinggi untuk murid yang memang kesulitan. Seorang murid yang telah menunjukkan penguasaan satu keterampilan matematika akan siap untuk mulai bekerja dengan keterampilan yang lebih sulit. Menyesuaikan jumlah tugas biasanya akan kurang efektif daripada mengubah sifat tugas.

3. Pembelajaran Berdiferensiasi berakar pada penilaian. Guru yang memahami bahwa pendekatan belajar mengajar harus sesuai dengan kebutuhan murid, akan mencari setiap kesempatan untuk mengenal murid mereka dengan lebih baik. Mereka melihat percakapan individu, diskusi kelas, pekerjaan murid, observasi, dan penilaian formal sebagai cara untuk terus mendapatkan wawasan tentang apa yang paling berhasil untuk setiap muridnya. Apa yang mereka pelajari akan menjadi katalis untuk menyusun dan merancang pembelajaran dengan cara-cara yang membantu setiap murid memaksimalkan potensi dan bakatnya. Di dalam pembelajaran berdiferensiasi, penilaian tidak lagi didominasi sesuatu yang terjadi pada akhir unit untuk menentukan "siapa yang mendapatkannya." Pra-penilaian diagnostik secara rutin akan dilakukan saat unit dimulai. Di sepanjang unit pembelajaran, guru menilai tingkat kesiapan, minat, dan pendekatan belajar yang digunakan murid dan kemudian merancang pengalaman belajar berdasarkan pemahaman terbaru dan terbaik tentang kebutuhan murid. Produk akhir, atau cara lain dari penilaian "akhir" atau sumatif, akan mengambil berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menemukan cara terbaik bagi setiap murid untuk menunjukkan hasil belajarnya selama unit tersebut berlangsung.

4. Pembelajaran Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap
konten, proses, dan produk. Di semua ruang kelas, guru berurusan dengan setidaknya tiga elemen kurikuler: (1) konten — masukan, apa yang dipelajari murid; (2) proses — bagaimana murid berupaya memahami ide dan informasi; dan (3) produk — keluaran, atau bagaimana murid menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Kesamaan dari pendekatan yang berbeda ini adalah bahwa semuanya dibuat untuk mendorong pertumbuhan semua murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan untuk memajukan atau meningkatkan proses pembelajaran baik untuk kelas secara keseluruhan maupun untuk murid secara individu.

5. Pembelajaran berdiferensiasi berpusat pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi beroperasi pada premis bahwa pengalaman belajar paling efektif adalah ketika pembelajaran tersebut berhasil mengundang murid untuk terlibat, relevan, dan menarik bagi murid. Akibat dari premis itu adalah bahwa semua murid tidak akan selalu menemukan jalan yang sama untuk belajar yang sama mengundang, relevan, dan menariknya. Lebih lanjut, pembelajaran berdiferensiasi mengakui bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang akan datang harus dibangun di atas pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman sebelumnya — dan bahwa tidak semua murid memiliki fondasi belajar yang sama pada awal proses pembelajaran. Para guru yang membedakan pengajaran di kelas-kelas yang memiliki keragaman secara akademis berusaha untuk memberikan pengalaman belajar yang secara tepat menantang untuk semua murid mereka. Guru-guru ini menyadari bahwa kadang-kadang tugas yang tidak menantang bagi beberapa peserta didik bisa jadi sangat rumit bagi yang lain.

6. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran seluruh
kelas, kelompok dan individual. Ada waktu ketika pembelajaran seluruh kelas adalah pilihan yang efektif dan efisien. Ini berguna untuk membangun pemahaman bersama, misalnya, dan memberikan kesempatan untuk diskusi dan ulasan bersama yang dapat membangun rasa kebersamaan. Pembelajaran berdiferensiasi ditandai oleh irama berulang dari melakukan persiapan kelas, mengulas kembali, dan berbagi, yang kemudian diikuti oleh kesempatan untuk eksplorasi individu atau kelompok kecil, ekstensi, dan produksi.

7. Pembelajaran berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis. Di ruang kelas yang berbeda, mengajar adalah sebuah evolusi. murid dan guru sama-sama pembelajar. Guru mungkin tahu lebih banyak tentang materi pelajaran, namun mereka juga terus belajar tentang bagaimana murid mereka belajar. Kolaborasi yang berkelanjutan dengan murid diperlukan untuk memperbaiki peluang belajar agar efektif untuk setiap murid. Guru memantau kecocokan antara kebutuhan murid dan proses pembelajaran mereka serta membuat penyesuaian sebagaimana diperlukan. Diadaptasi dari How to Differentiate Instruction in Academically Diverse Classrooms, 3rd Edition, oleh Carol Ann Tomlinson, Alexandria, VA: ASCD. ©2017 oleh ASCD. Hak cipta terdaftar.

GRASPS Model ini diperkenalkan oleh Wiggins & McTighe (2006) sebagai kerangka untuk membantu guru memberikan tugas penilaian yang otentik.

Penilaian otentik adalah penilaian yang berbasiskan atau mensimulasikan problem atau masalah-masalah sebenarnya di dunia nyata. Penilaian ini melibatkan murid mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari untuk memecahkan problem/masalah sebenarnya atau masalah yang disimulasikan dari sebuah realita yang terjadi dalam kehidupan nyata. Wiggins dan McTighe (2005) berpendapat bahwa ‘problem atau masalah’ memberikan bukti atas "pemahaman yang

sesungguhnya (genuine understanding)" .

GRASPS adalah akronim untuk: Goal (Sasaran) - Pernyataan tentang masalah atau tantangan yang harus

diselesaikan.

Role (Peran) - menjelaskan peran apa yang diemban murid dan apa yang diminta untuk dilakukan oleh murid.

Audience (Audiens) - untuk siapa para murid memecahkan masalah yang telah dinyatakan tersebut. Siapa yang harus mereka yakinkan tentang solusi dan kemungkinan keberhasilan solusi mereka untuk masalah tersebut. (audiens di sini tidak terbatas hanya pada guru, namun dapat disimulasikan seperti dalam kehidupan nyata).

Situation (Situasi) - menjelaskan konteks situasi dan faktor-faktor lain yang mungkin saja dapat menghambat penyelesaian masalah.

Product (Produk) atau Performance (kinerja) - menjelaskan produk atau kinerja yang perlu dibuat.

Standard (Standar) dan Kriteria kesuksesan - standar yang harus dipenuhi dan bagaimana pekerjaan akan dinilai oleh audiens. Berdasarkan model GRASPS di atas, berikut ini adalah deskripsi tugas sumatif yang harus Anda lakukan di tahapan berikutnya nanti. (Perhatikan pengkodean warna yang kami buat untuk memudahkan Anda mengidentifikasi Model GRASPS dalam deskripsi tugas ini.)


Sumber

Dewi Kusuma Oscarina, Luthfah Siti, 2020, Modul 2.1 Memenuhi Kebuthan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi. Pendidikan Guru Penggerak



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back To Top